Keutamaan Al-Quran Dibandingkan dengan Dzikir
Keutamaan Al-Qur’an Dibandingkan dengan Dzikir adalah kajian Fiqih Do’a dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 1 Rabiuts Tsani 1447 H / 23 September 2025 M.
Kajian Tentang Keutamaan Al-Qur’an Dibandingkan dengan Dzikir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab [33]: 41-42)
Berdzikir mencakup semua ucapan baik yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dzikir tidak hanya terbatas pada bacaan “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar,” tetapi juga seluruh ucapan baik, termasuk membaca Al-Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, berdoa, dan lain-lain.
Tidak diragukan lagi bahwa dzikir yang paling utama, paling agung, dan paling tinggi nilainya adalah membaca Al-Qur’anul Karim. Al-Qur’an merupakan firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak dapat dibandingkan dengan ucapan manusia mana pun. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ucapan yang paling dicintai oleh Allah ada empat; yaitu Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar.” (HR. Muslim)
Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat tambahan, “Ucapan yang paling utama setelah Al-Qur’an yaitu ucapan Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar”. Hadits ini menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an lebih utama dibandingkan mengucapkan empat kalimat tersebut.
Pada dasarnya, membaca Al-Qur’an lebih utama, namun terkadang dzikir bisa lebih utama dibandingkan membaca Al-Qur’an. Hal ini berkaitan dengan waktu dan tempat. Contohnya, setelah shalat, berdzikir dengan mengucapkan “Subhanallah” 33 kali, “Alhamdulillah” 33 kali, dan “Allahu Akbar” 34 kali lebih utama daripada membaca Al-Qur’an.
Selain itu, jika dalam membaca Al-Qur’an seseorang kurang menghayati dan merasa kurang khusyuk, tetapi saat mengucapkan “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar” terasa lebih khusyuk, maka pada saat itu dzikir lebih utama daripada membaca Al-Qur’an. Meskipun pada asalnya membaca Al-Qur’an lebih utama, dalam keadaan-keadaan tertentu dzikir dapat menjadi lebih utama.
Dalam Sunan At-Tirmidzi, dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman (Hadits Qudsi):
مَنْ شَغَلَهُ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عَنْ ذِكْرِي وَمَسْأَلَتِي أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِي السَّائِلِينَ
“Siapa yang sibuk dengan membaca Al-Qur’an dari mengingat-Ku dan meminta kepada-Ku, Aku akan berikan kepadanya yang lebih utama dari apa yang diberikan kepada orang yang meminta.” (Hadits ini dihasankan oleh Al-Imam At-Tirmidzi.)
Dalam hadits ini, Allah menyatakan bahwa siapa pun yang sibuk dengan Al-Qur’an dari berdzikir dan meminta kepada-Nya, akan diberikan yang lebih utama daripada pemberian kepada orang yang meminta. Al-Qur’an berisi bimbingan hukum, pengenalan Allah, hari kiamat, dan faedah luar biasa untuk kehidupan.
Diriwayatkan dalam hadits oleh Ashabus Sunan, seseorang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak hafal sedikit pun dari Al-Qur’an, bahkan Al-Fatihah pun tidak.” Ia meminta diajarkan bacaan yang cukup untuk shalatnya. Rasulullah kemudian mengajarkan untuk mengucapkan “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah, Allahu Akbar”. Ini menunjukkan bahwa jika seseorang hafal Al-Qur’an, maka membaca Al-Qur’an adalah keharusan, dan jika tidak, baru boleh membaca dzikir tersebut.
Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an adalah wajib dalam shalat, dan tidak boleh digantikan dengan yang lain saat berdiri, kecuali jika seseorang memang tidak hafal sama sekali. Ini menunjukkan keutamaan membaca Al-Qur’an.
Keutamaan membaca Al-Qur’an juga ditunjukkan dengan adanya syarat kesucian bagi yang ingin membacanya, khususnya bagi orang yang junub atau haid. Orang yang junub disyaratkan untuk mandi terlebih dahulu karena tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an. Sebagaimana dalam hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata:
لَا يَحْجُزُهُ عَنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلَّا الْجَنَابَةُ
“Tidak ada yang menghalanginya dari membaca Al-Qur’an sedikit pun kecuali junub.”
Semua ulama sepakat bahwa orang junub tidak boleh membaca Al-Qur’an. Namun, orang junub diperbolehkan berdzikir seperti “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah,” yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an lebih agung. Adapun dzikir, tidak disyaratkan harus mandi terlebih dahulu. Sesuatu yang disyariatkan hanya dalam keadaan paling sempurna menunjukkan bahwa itu adalah yang paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seperti halnya shalat, yang disyaratkan harus dalam keadaan suci dari hadas besar (dengan mandi jika junub) dan hadas kecil (dengan wudhu jika berhadas). Ini menunjukkan bahwa shalat lebih utama dibandingkan sekadar membaca Al-Qur’anul Karim. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةُ
“Istiqamahlah kalian dan kalian tidak akan mampu beristiqamah kecuali dengan bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketahuilah, sesungguhnya sebaik-baik amal kalian adalah shalat.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani)
Amal yang paling utama adalah shalat. Maka shalat lebih utama daripada membaca Al-Qur’an. Bahkan shalat sunnah juga lebih utama dibandingkan puasa sunnah. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa ibadah sunah yang paling utama adalah shalat sunnah.
Demikian pula, Al-Qur’an yang tertulis tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ ﴿٧٧﴾ فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ ﴿٧٨﴾ لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ ﴿٧٩﴾
“Sungguh, (Al-Qur’an) ini adalah bacaan yang sangat mulia, dalam Kitab yang terpelihara (Lawh Mahfuzh), tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 77-79)
Berbeda dengan dzikir, yang tidak disyaratkan harus dalam keadaan suci. Semua ini menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’anul Karim lebih utama daripada tasbih, tahmid, takbir, dan dzikir lainnya. Ini adalah kaidah asalnya.
Namun, terkadang dzikir lebih utama daripada membaca Al-Qur’an dalam keadaan-keadaan tertentu, sebagaimana telah dijelaskan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa Al-Kubra jilid 1 halaman 233, telah menjelaskan permasalahan ini dengan sangat baik. Beliau berkata, “Bahwa amal yang pada dasarnya tidak lebih utama, terkadang dapat menjadi lebih utama. Hal ini ada dua macam: pertama, yang disyariatkan untuk seluruh manusia; kedua, yang berbeda sesuai dengan perbedaan keadaan manusia”.
Jenis pertama, ketika amal berhubungan dengan waktu, tempat, atau perbuatan tertentu yang menjadikannya lebih utama. Contohnya, setelah shalat Subuh dan Asar. Pada waktu tersebut, membaca dzikir pagi dan petang lebih utama daripada membaca Al-Qur’anul Karim. Demikian pula di tempat-tempat yang dilarang untuk shalat, seperti kamar mandi atau kandang unta. Meskipun shalat lebih utama daripada membaca Al-Qur’an, di tempat-tempat tersebut shalat tidak diperbolehkan. Maka, pada waktu itu yang paling utama di tempat tersebut adalah dzikir.
Bagi orang yang sedang junub, dzikir lebih baik daripada membaca Al-Qur’an karena membaca Al-Qur’an tidak boleh bagi orang junub. Demikian pula ketika rukuk dan sujud, tidak boleh membaca Al-Qur’an. Sebagaimana dalam hadits:
نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا
“Aku dilarang oleh Allah untuk membaca Al-Qur’an saat rukuk dan sujud.” (HR. Muslim)
Adapun saat rukuk, disarankan untuk mengagungkan Allah dengan mengucapkan “Subhana Rabbiyal ‘Adzim”. Saat sujud, disarankan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa karena doa sangat dekat untuk dikabulkan. Ini berlaku untuk seluruh manusia. Tidak seorang pun boleh membaca Al-Qur’an ketika rukuk atau sujud. Jika membaca Al-Qur’an dalam keadaan tersebut, itu adalah dosa karena dilarang.
Meskipun demikian, ada perbedaan pendapat ulama mengenai hukum membaca doa-doa yang berasal dari Al-Qur’an saat sujud, seperti “Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun” atau “Rabbana atina fid dunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabanar”. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat niatnya adalah doa, bukan membaca Al-Qur’an. Sebagian lain menyatakan tidak boleh sama sekali. Untuk kehati-hatian, jika ingin menggunakan doa Al-Qur’an dalam sujud, lebih baik mengganti kata “Rabbana” dengan “Allahumma” untuk menghindari perselisihan.
Semua ulama sepakat bahwa membaca Al-Qur’an saat rukuk dan sujud adalah makruh, dan makruh termasuk perkara terlarang. Namun, terjadi perselisihan ulama mengenai batal atau tidaknya shalat jika seseorang membaca Al-Qur’an saat rukuk dan sujud. Dalam hal ini, Imam Ahmad memiliki dua pendapat. Larangan ini disebabkan karena saat rukuk dan sujud, seseorang sedang merendahkan diri di hadapan Allah, sedangkan Al-Qur’an adalah mulia, sehingga tidak patut dibaca dalam keadaan merendah.
Demikian pula setelah selesai tasyahud akhir, yang disyariatkan adalah berdoa, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui perbuatan dan perintahnya. Berdoa sebelum salam setelah tasyahud adalah yang paling utama. Nabi mengajarkan doa berlindung dari empat perkara:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengucapkan sebelum salam:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengajarkan doa sebelum salam:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan baik.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad. At-Tirmidzi menghasankannya)
Demikian pula ketika tawaf di Ka’bah, di Padang Arafah, di Muzdalifah, dan ketika melempar jumrah. Pada saat-saat tersebut, yang paling utama adalah dzikir dan doa, bukan membaca Al-Qur’an. Jadi, ketika tawaf, dzikir dan doa lebih utama daripada membaca Al-Qur’an.
Download MP3 Kajian Tentang Al-Baqarah & Ali Imran: Az-Zahrawan yang Mulia
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55689-keutamaan-al-quran-dibandingkan-dengan-dzikir/